Sabtu, 09 Maret 2013

analisis nasionalisme di indonesia



logo.png

 










“ANALISIS NASIONALISME DI INDONESIA”


OLEH : KELOMPOK 2








MARET 2013



MAKALAH ANALISIS NASIONALISME DI INDONESIA

KATA PENGANTAR
   
            Pertama-tama kami mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah memberkahi kami sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini dan berbagai sumber yang telah kami gunakan sebagai data dan fakta pada makalah ini.
            Makalah ini memuat tentang “Nasionalisme” dan sengaja dipilih karena menarik untuk dicermati. Kami mengakui bahwa kami adalah manusia yang mempunyai keterbatasan dalam berbagai hal. Oleh karena itu tidak ada hal yang dapat diselesaikan dengan sangat sempurna. Begitu pula dengan makalah ini yang telah kami selesaikan. Tidak semua hal dapat kami analisa dengan sempurna dalam karya tulis ini. Kami melakukannya semaksimal mungkin dengan kemampuan yang kami miliki. Di mana kami juga memiliki keterbatasan kemampuan.
            Semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan kita dan membangkitkan rasa Nasionalisme sebagai warga negara Indonesia yang baik. Terima kasih.

Jakarta, 8 Maret 2013




























DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................…………………………………….......

DAFTAR ISI .............……………………………………………................     
2

3
BAB I



BAB II



BAB  III












BAB IV


BAB V
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang Masalah………………………………..................


PERMASALAHAN
A.   Perumusan Masalah………………………………………….........


PEMBAHASAN
K Nasionalisme di Indonesia…………………………………...........
K A. Kajian Teoritis
A.     A1.Teori Nasionalisme………………………………………........
B.      B. Analisis Kasus
B.     B1.Strategi Menguatkan Rasa Nasionalisme.............................
B     B2.Membangkitkan Rasa Nasionalisme....................................
        B3.Pengaruh Globalisasi terhadap Nilai-Nilai Nasionalisme……………………………………………...............
B.    B4.Nasionalisme Indonesia yang kian memudar………..............
B.    B5.Euphoria Tim Garuda, Nasionalisme atau Musiman ?............


KESIMPULAN………………………………………………….....

DAFTAR PUSTAKA.................................................................

4



4



5

6

8
9

9
10
11


13

14


BAB I
PENDAHULUAN
A.            Latar Belakang
             Sehubungan dengan globalisasi dan berkembangnya teknologi informasi telah mengakibatkan kaburnya batas-batas antar negara (baik secara politik, ekonomi, maupun sosial), masalah nasionalisme tidak lagi dapat dilihat sebagai masalah sederhana yang dapat dilihat dari satu perspektif saja. Dalam dunia yang oleh sebagian orang disifatkan sebagai dunia yang semakin borderless, banyak pengamat yang mulai mempertanyakan kembali pengertian negara beserta aspek-aspeknya. Masalah pembangunan nasionalisme di Indonesia saat ini tengah menghadapi tantangan yang berat, maka perlu dimulai upaya-upaya untuk kembali mengangkat tema tentang pembangunan nasionalisme. Apalagi di sisi lain, pembahasan atau diskusi tentang nasionalisme di Indonesia justru kurang berkembang.
            Indonesia merupakan laboratorium sosial yang sangat kaya karena pluralitasnya, baik dari aspek ras dan etnis, bahasa, agama dan lainnya. Itu pun ditambah  status geografis sebagai negara maritim yang terdiri dari setidaknya 13.000 pulau. Bahwa pluralitas di satu pihak adalah aset bangsa jika dikelola secara tepat, di pihak lain ia juga membawa bibit ancaman disintegrasi. Karakter pluralistik itu hanya suatu pressing factor dalam realitas ikatan negara. Di tengah situasi bangsa Indonesia yang seperti itu, nasionalisme sangat di butuhkan untuk menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia.
          Oleh karena itu, kami berusaha merangkum sedemikian rupa dan mencoba membedah apa saja yang seharusnya dilakukan sebagai wujud dari sikap Nasionalisme dan mengapa hal ini menjadi sangat penting dalam mewujudkan Bangsa Indonesia yang sedang mengalami krisis Nasionalisme khususnya di kalangan remaja Indonesia.




BAB II
PERMASALAHAN

B.           Perumusan Masalah

1.    Strategi apa saja yang dapat dilakukan untuk menguatkan rasa Nasionalisme di Era Global ?
2.    Bagaimana cara membangkitkan rasa Nasionalisme dengan menghargai keragaman ?
3.    Apa pengaruh Globalisasi terhadap nilai-nilai Nasionalisme ?
4.    Apa yang harus kita lakukan agar Nasionalisme di Indonesia tidak kian memudar ?
5.   Euphoria Tim Garuda dalam Piala AFF 2010, Nasionalisme atau Musiman ?









BAB III
PEMBAHASAN


Nasionalisme Bangsa Indonesia

           
 Indonesia saat ini memerlukan genre baru untuk mereinterpretasikan ide nasionalisme yang secara fundamental telah dibangun oleh Soekarno. Soekarno kita akui sebagai individu yang mampu membentuk nasionalisme Indonesia dengan membangun satu sistem berantai melalui penyatuan kepentingan. Dari kalangan Islam dan sekuler pada saat itu. Namun, dalam proses pembangunan tahap awal ideologi nasionalisme nampak terjadi dikotomi antara Islam dan Nasionalisme itu sendiri. Kita harus mengakui sebuah gagasan dalam masyarakat Indonesia yang majemuk tentu memerlukan proses. Di mana proses tersebut tentunya merupakan proses bersejarah dalam suatu bangsa. Saat ini nasionalisme sudah menjadi rapuh. Tentu kita harus mulai menghidupkan kembali spirit dan etika nasionalisme sebagai sebuah praktek politik negara dan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia.

            Sumber dari kekuatan ideologi nasionalis saat ini memang belum ditemukan oleh banyak orang Indonesia sehingga ketika kita mencari arus apa yang seharusnya berada di depan kita sebagai energi yang menuntun kemajuan nasional negara dan masyarakat kita seringkali bimbang dan gelap. Oleh karena itu untuk menjawab tantangan ini sebuah organisasi politik harus mampu menemukan sumber ideologi nasionalisme. Sekaligus mampu menggerakkan menjadi kekuatan utama dalam pencapaian tujuan politiknya. Sebenarnya sangat mudah kita temukan di mana sumber ideologi tersebut jika kita telah mencapai kesadaran penuh dengan kualitas yang sehat. Karena ideologi nasionalisme itu bersumber pada penggabungan persatuan dan kesatuan.
           
Namun, pemahaman akan persatuan dan kesatuan sering kali menjadi kesalahan dalam ide dan prakteknya sehingga ketika kita berbicara tentang nilai tersebut kita tidak mampu mengambil kekuatan intinya. Persatuan dan Kesatuan memiliki arti independen organik, atau sosial liberal dalam konteks manifestasinya. Independen organik ini berarti sebuah penyatuan sosial secara individual dan kolektif Ketika kita sebagai manusia tersadarkan melalui nalar, perasaan, dan gerakan kemanusiaan untuk suatu keadilan, kemakmuran, dan kemajuan. Dari sumber kekuatan nasionalisme ini kita akan bergerak ke arah revolusi nasional sebagai gerakan perlawanan terhadap kejahatan dan ketidakadilan sistem yang mengatur manusia untuk kepentingan nafsu dan syahwat.  Namun, dalam memaknai revolusi kita harus menyadari juga bahwa revolusi nasionalisme yang dimaksud di sini bukanlah revolusi berdarah yang menghadirkan konflik dan perpecahan nasional, karena kembali pada sumber ide nasionalisme itu sendiri yaitu "persatuan dan kesatuan".










A.            Kajian Teoritis
A.1      Nasionalisme
           
            Nasionalisme berasal dari kata nation yang berarti bangsa. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Ali dkk., 1994:89), kata bangsa memiliki arti: (1) kesatuan orang yang bersamaan asal keturunan, adat, bahasa, dan sejarahnya serta pemerintahan sendiri; (2) golongan manusia, binatang, atau tumbuh-tumbuhan yang mempunyai asal-usul yang sama dan sifat khas yang sama atau bersamaan; dan (3) kumpulan manusia yang biasanya terikat karena kesatuan bahasa dan kebudayaan dalam arti umum, dan yang biasanya menempati wilayah tertentu di muka bumi. Beberapa makna kata bangsa diatas menunjukkan arti bahwa bangsa adalah kesatuan yang timbul dari kesamaan keturunan, budaya, pemerintahan, dan tempat. Pengertian ini berkaitan dengan arti kata suku yang dalam kamus yang sama diartikan sebagai golongan orang-orang (keluarga) yang seturunan, golongan bangsa sebagai bagian dari bangsa yang besar (ibid, 1994:970).
           
            Beberapa suku atau ras dapat menjadi pembentuk sebuah bangsa dengan syarat ada kehendak untuk bersatu yang diwujudkan dalam pembentukan pemerintahan yang ditaati bersama.
Kata bangsa mempunyai dua pengertian: pengertian antropologis-sosiologis dan pengertian politis. Menurut pengertian antropologis-sosiologis, bangsa adalah suatu masyarakat yang merupakan persekutuan-hidup yang berdiri sendiri dan masing-masing anggota masyarakat tersebut merasa satu kesatuan suku, bahasa, agama, sejarah, dan adat istiadat. Pengertian ini memungkinkan adanya beberapa bangsa dalam sebuah negara dan sebaliknya satu bangsa tersebar pada lebih dari satu negara.
           
            Sementara dalam pengertian politis, bangsa adalah masyarakat dalam suatu daerah yang sama dan mereka tunduk kepada kedaulatan negaranya sebagai suatu kekuasaan tertinggi ke luar dan ke dalam. Bangsa (nation) dalam pengertian politis inilah yang kemudian menjadi pokok pembahasan nasionalisme (Nur dalam Yatim, 2001:57 58).
Istilah nasionalisme yang telah diserap ke dalam bahasa Indonesia memiliki dua pengertian: paham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan negara sendiri dan kesadaran keanggotan dalam suatu bangsa yang secara potensial atau aktual bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan menngabadikan identitas, integritas, kemakmuran, dan kekuatan bangsa itu (Op. cit, 1994:684).

            Dengan demikian, nasionalisme berarti menyatakan keunggulan suatu afinitas kelompok yang didasarkan atas kesamaan bahasa, budaya, dan wilayah. Istilah nasionalis dan nasional, yang berasal dari bahasa Latin yang berarti “lahir di”, kadangkala tumpang tindih dengan istilah yang berasal dari bahasa Yunani, etnik. Namun istilah yang disebut terakhir ini biasanya digunakan untuk menunjuk kepada kultur, bahasa, dan keturunan di luar konteks politik (Riff, 1995: 193—194).

            Di Indonesia, nasionalisme melahirkan Pancasila sebagai ideologi negara. Perumusan Pancasila sebagai ideologi negara terjadi dalam BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Di dalam badan inilah Soekarno mencetuskan ide yang merupakan perkembangan dari pemikirannya tentang persatuan tiga aliran besar: Nasionalisme, Islam, dan Marxis. Pemahamannya tentang tiga hal ini berbeda dengan pemahaman orang lain yang mengandaikan ketiganya tidak dapat disatukan. Dalam sebuah artikel yang ditulisnya dia menyatakan, “Saya tetap nasionalis, tetap Islam, tetap Marxis, sintese dari tiga hal inilah memenuhi saya punya dada. Satu sintese yang menurut anggapan saya sendiri adalah sintese yang geweldig (Soekarno dalam Yatim, 2001:155).

            Dalam artikel itu, dia juga menjelaskan bahwa Islam telah menebalkan rasa dan haluan nasionalisme. Cita-cita Islam untuk mewujudkan persaudaraan umat manusia dinilai Soekarno tidak bertentangan dengan konsep nasionalismenya. Pemisahan itu tidak berarti menghilangkan kemungkinan untuk memberlakukan hukum-hukum Islam dalam negara, karena bila anggota parlemen sebagian besar orang-orang yang berjiwa Islam, mereka dapat mengusulkan dan memasukkan peraturan agama dalam undang-undang negara. Itulah cita ideal negara Islam menurut Soekarno (ibid, 2001:156). Dengan dasar pemikiran itulah, Soekarno mengusulkan lima asas untuk negara Indonesia merdeka. Kelima asas itu adalah: 
(1)Kebangsaan Indonesia, (2) Internasionalisme atau peri kemanusiaan, (3)Mufakat atau demokrasi,(4) Kesejahteraan sosial,(5) Ketuhanan.
            Usulan ini menimbulkan perbedaan pendapat antara nasionalis sekuler dan nasionalis Islam dan mendorong pembentukan sub panitia yang terdiri dari empat orang wakil nasionalis sekuler dan empat orang wakil nasionalis Islam serta Soekarno sebagai ketua sekaligus penengah. Pertemuan sub panitia ini menghasilkan rumusan yang kemudian dikenal dengan Piagam Jakarta. Usulan Soekarno menjadi inti dari Piagam Jakarta dengan beberapa perubahan: urutan kelima sila dan penambahan anak kalimat pada sila ketuhanan. Akhirnya anak kalimat yang tercantum dalam Piagam Jakarta diubah menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”, yang kemudian menjadi bentuk akhir Pancasila dasar bagi nasionalisme Indonesia yang sekuler religius.


Nasionalisme Pancasila

            Pada prinsipnya nasionalisme Pancasila adalah pandangan atau paham kecintaan manusia Indonesia terhadap bangsa dan tanah airnya yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila. Prinsip nasionalisme bangsa Indonesia dilandasi nilai-nilai Pancasila yang diarahkan agar bangsa Indonesia senantiasa:
1.  menempatkan persatuan – kesatuan, kepentingan dan keselamatan    bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau kepentingan  golongan
2. menunjukkan sikap rela berkorban demi kepentingan bangsa dan negara
3. bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air Indonesia serta tidak merasa rendah diri
4. mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban antara sesama manusia dan sesama bangsa
5. menumbuhkan sikap saling mencintai sesama manusia
6. mengembangkan sikap tenggang rasa
7. tidak semena-mena terhadap orang lain
8. gemar melakukan kegiatan kemanusiaan
9. senantiasa menjunjung tinggi nilai kemanusiaan
10. berani membela kebenaran dan keadilan
11. merasa bahwa bangsa Indonesia merupakan bagian dari seluruh umat manusia
12. menganggap pentingnya sikap saling menghormati dan bekerja sama  dengan bangsa lain.
            
Dalam zaman modern ini, nasionalisme merujuk kepada amalan politik dan ketentaraan yang berlandaskan nasionalisme secara etnik serta keagamaan, seperti yang dinyatakan di bawah. Para ilmuwan politik biasanya menumpukan penyelidikan mereka kepada nasionalisme yang ekstrem seperti nasional sosialisme, pengasingan dan sebagainya. Nasionalisme dapat menonjolkan dirinya sebagai sebagian paham negara atau gerakan (bukan negara) yang populer berdasarkan pendapat warganegara, etnisbudaya, keagamaan dan ideologi. Kategori tersebut lazimnya berkaitan dan kebanyakan teori nasionalisme mencampuradukkan sebagian atau semua elemen tersebut.
1.      Nasinalisme kewarganegaraan (atau nasionalisme sipil) adalah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari penyertaan aktif rakyatnya, "kehendak rakyat"; "perwakilan politik".
2.    Nasionalisme etnis adalah sejenis nasionalisme di mana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya asal atau etnis sebuah masyarakat. Dibangun oleh Johann Gottfried von Herder, yang memperkenalkan konsep Volk (bahasa Jerman untuk "rakyat").
3.    Nasionalisme romantik (juga disebut nasionalisme organik, nasionalisme identitas) adalah lanjutan dari nasionalisme etnis dimana negara memperoleh kebenaran politik secara semulajadi ("organik") hasil dari bangsa atau ras; menurut semangat romantisme.
4.    Nasionalisme Budaya adalah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya bersama dan bukannya "sifat keturunan" seperti warna kulitras dan sebagainya.
5.    Nasionalisme kenegaraan ialah variasi nasionalisme kewarganegaraan, selalu digabungkan dengan nasionalisme etnis. Perasaan nasionalistik adalah kuat sehingga diberi lebih keutamaan mengatasi hak universal dan kebebasan.
6.    Nasionalisme agama ialah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh legitimasi politik dari persamaan agama. Walaupun begitu, lazimnya nasionalisme etnis adalah dicampuradukkan dengan nasionalisme keagamaan.

B.           Analisis Kasus
B.1     Strategi yang dapat dilakukan untuk menguatkan rasa Nasionalisme di Era Global.  
            Semangat nasionalisme sangat diperlukan dalam pembangunan bangsa agar setiap elemen bangsa bekerja dan berjuang keras mencapai jati diri dan kepercayaan diri sebagai sebuah bangsa yang bermartabat. Jati diri dan kepercayaan diri sebagai sebuah bangsa ini merupakan modal yang kuat dalam menghadapi berbagai tantangan dan hambatan di masa depan. Penguatan semangat nasionalisme dalam konteks globalisasi saat ini harus lebih dititikberatkan pada elemen-elemen strategis dalam percaturan global. Oleh karena itu, strategi yang dapat dilakukan antara lain:
1.    Penguatan peran lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan dalam ikut membangun semangat nasionalisme, terutama di kalangan generasi muda. Sebagai contoh: Gerakan Pramuka. Generasi muda adalah elemen strategis di masa depan. Mereka sepertinya menyadari bahwa dalam era globalisasi, generasi muda dapat berperan sebagai subjek maupun objek.
2.    Penguatan semangat nasionalisme pada masyarakat  yang tinggal di wilayah-wilayah yang dalam   perspektif kepentingan nasional dinilai strategis
3.    Penguatan semangat nasionalisme pada masyarakat yang hidup di daerah rawan pangan (miskin), rawan konflik, dan rawan bencana alam.
4.   Peningkatan apresiasi terhadap anggota atau kelompok masyarakat yang berusaha melestarikan dan mengembangkan kekayaan budaya bangsa. Demikian pula dengan anggota atau kelompok masyarakat yang berhasil mencapai prestasi yang membanggakan di dunia internasional.
Peningkatan peran Pemerintah dan masyarakat RI dalam ikut berperan aktif dalam penyelesaian berbagai persoalan regional dan internasional, seperti: penyelesaian konflik, kesehatan, lingkungan hidup, dan lain-lain.

B.2      Membangkitkan Rasa Nasionalisme dengan Menghargai Keragaman
            Di Republik Indonesia kita ini tidak mengenal adanya perbedaan etnis, siapakah dia dan dari rumpun manakah dia berasal yang jelas itulah Indonesia, yang melalui Kongres Pemuda Tahun 1928 di Jakarta diikat dengan semangat Sumpah Pemuda. Ber Tanah Air yang Satu, Tanah Air Indonesia. Berbangsa yang Satu, Bangsa Indonesia. Dan Berbahasa yang Satu, Bahasa Indonesia.
Pemersatu
            Berangkat hal itu semua, marilah kita selalu berpegang kepada semangat ber-Bhinneka Tunggal Ika yang merupakan semboyan pemersatu bangsa sejak dulu. Hilangkan pikiran-pikiran baru yang rusak dan tidak bertanggungjawab atas upaya untuk melakukan suatu pergeseran makna rasa kebersamaan dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Semua harus sadar bahwa ketika hak azasi seseorang yang terlahir dan berasal-usul dari wilayah negeri yang terbentang dari Sabang hingga Merauke ini juga memiliki hak dan kewajiban serta tanggungjawab yang sama atas bangsa dan negaranya. Oleh karena perlunya kita menghargai keragamanan, tentunya dimanapun terjadinya pesta demokrasi baik di pusat atau di daerah, hendaknya menjadi ajang aspirasi yang paling demokratis tanpa dibayangi atau dihantui serta diracuni dengan pikiran-pikiran sempit dari sebagian atau sekelompok orang tertentu yang hendak memudarkan semangat Nasionalisme dalam konteks berbangsa dan bernegara.
            Dengan memegang semangat nasionalisme yang tinggi atau menghargai sebuah keragaman seperti yang dimaksudkan di atas, maka pada akhirnya nanti masyarakat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi benar-benar akan menikmati pesta demokrasi ini secara lansung, umum, bebas dan rahasia serta jujur dan adil sesuai dengan yang diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila.

B.3      Pengaruh Globalisasi terhadap Nilai-Nilai Nasionalisme
            Kehadiran globalisasi tentunya membawa pengaruh bagi kehidupan suatu negara termasuk Indonesia. Pengaruh tersebut meliputi dua sisi, yakni pengaruh positif dan pengaruh negatif. Pengaruh globalisasi juga merasuk dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk kehidupan politik, ekonomi, ideologi, sosial budaya dan lain sebagainya. Hal ini tentunya akan mempengaruhi nilai-nilai nasionalisme terhadap bangsa. Globalisasi berlangsung di semua bidang kehidupan seperti bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan dan lain- lain. Teknologi informasi dan komunikasi merupakan faktor pendukung utama dalam globalisasi. Dewasa ini, perkembangan teknologi begitu cepat sehingga segala informasi dengan berbagai bentuk dan kepentingan dapat tersebar luas ke seluruh dunia. Oleh karena itu globalisasi tidak dapat kita hindari kehadirannya.

Pengaruh positif
Dilihat dari globalisasi politik, pemerintahan dijalankan secara terbuka dan demokratis. Karena pemerintahan merupakan bagian dari suatu negara, jika pemerintahan djalankan secara jujur, bersih dan dinamis tentunya akan mendapat tanggapan positif dari rakyat. Tanggapan positif tersebut berupa rasa nasionalisme terhadap negara menjadi meningkat.  Dari aspek globalisasi ekonomi, terbukanya pasar internasional, meningkatkan kesempatan kerja dan meningkatkan devisa negara. Semakin terbukanya pasar internasional ini akan membuka peluang besar kerja sama dalam sektor perekonomian nasional. Dengan adanya hal tersebut akan semakin meningkatkan kehidupan ekonomi bangsa guna menunjang kehidupan nasional bangsa dan Negara.
Pengaruh adanya globalisasi dalam sektor sosial budaya, kita dapat meniru pola berpikir yang baik. Seperti membangun etos kerja yang tinggi dan disiplin, serta meniru Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) dari bangsa lain yang sudah maju untuk meningkatkan kemajuan bangsa. Pada akhirnya, akan membawa kemajuan bangsa serta mempertebal rasa nasionalisme kita terhadap bangsa.

Pengaruh negatif
Selain berdampak positif, munculnya globalisasi juga berdampak negatif yang tak kalah pentingnya untuk diperhatikan. Globalisasi mampu meyakinkan masyarakat Indonesia bahwa liberalisme dapat membawa kemajuan dan kemakmuran. Sehingga tidak menutup kemungkinan berubah arah dari ideologi Pancasila ke ideologi liberalisme. Jika hal tesebut terjadi akibatnya rasa nasionalisme bangsa akan hilang.
Munculnya globalisasi juga berdampak pada aspek ekonomi. Yakni, semakin hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri. Sebab, sudah semakin banyaknya produk luar negeri seperti Mc Donald, Coca-Cola, Pizza Hut, dan sebagainya, yang membanjiri dunia pasar di Indonesia. Dengan hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam negeri menunjukan gejala berkurangnya rasa nasionalisme masyarakat kita terhadap bangsa Indonesia. Mayarakat kita, khususnya anak muda, banyak yang lupa mengenai identitas diri sebagai bangsa Indonesia. Karena gaya hidupnya cenderung meniru budaya barat yang oleh masyarakat dunia dianggap sebagai kiblat. Selain itu, globalisasi juga mengakibatkan adanya kesenjangan sosial yang tajam antara orang kaya dan miskin. Ini disebabkan karena adanya persaingan bebas dalam globalisasi ekonomi.
Pengaruh-pengaruh di atas memang tidak secara langsung berdampak terhadap nasionalisme. Akan tetapi, secara keseluruhan dapat menimbulkan rasa nasionalisme terhadap bangsa menjadi berkurang atau bahkan hilang. Sebab, globalisasi mampu membuka cakrawala masyarakat secara global. Apapun yang ada di luar negeri dianggap baik serta mampu memberi aspirasi kepada masyarakat kita untuk diterapkan di negara kita.  Berdasarkan analisa dan uraian di atas, pengaruh negatif globalisasi lebih banyak daripada pengaruh positifnya. Oleh karena itu, diperlukan langkah untuk mengantisipasi pengaruh negatif globalisasi terhadap nilai nasionalisme.

B.4      Nasionalisme Indonesia yang Kian Memudar
             Apakah nasionalisme Indonesia pun akan segera berakhir? Pertanyaan ini relevan untuk didiskusikan ketika kita akan merayakan hari Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, ketika para pemuda Indonesia bertekad untuk berbangsa satu, bertanah air satu dan berbahasa satu, Indonesia.
Tidak Cukup Hanya Hasrat Untuk Bersatu        
            Nasionalisme Indonesia, yakni sebuah penegasan akan identitas diri versus kolonialisme-imperialisme. Kesadaran sebagai bangsa yang adalah hasil konstruksi atau bentukan mengandung kelemahan internal yang serius ketika kolonialisme dan imperialisme tidak lagi menjadi sebuah ancaman. Karena itu, nasionalisme kita akan ikut lenyap jika kita berhenti mengkonstruksi atau membentuknya tanpa harus menyebutnya sebagai sebuah nasionalisme baru.        
            Pertama, beberapa pengalaman kolektif seharusnya menjadi “roh baru” pembangkit semangat nasionalisme Indonesia. Kedua, negara Indonesia sangat plural. Identifikasi sebuah kelompok etnis atau agama pada identitas kolektif sebagai bangsa hanya mungkin terjadi kalau negara mengakui, menerima, menghormati, dan menjamin hak hidup mereka.
            Masyarakat akan merasa lebih aman dan diterima dalam kelompok etnis atau agamanya ketika negara gagal menjamin kebebasan beragama termasuk kebebasan beribadah dan mendirikan rumah ibadah, persamaan di hadapan hukum, hak mendapatkan pendidikan yang murah dan berkualitas, hak memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak, dan sebagainya.

Nasionalisme Kita Harus Bersifat Liberal        
            Nasionalisme bisa dipraktikkan dalam sebuah sistem pemerintahan sosialis, komunis, ultranasionalis, etnis, atau liberal-demokratis. Masyarakat Indonesia yang sangat plural ini akan menjadi ancaman serius bagi nasionalisme jika negara kebangsaan yang kita bangun bersifat sosialis, ultranasionalis a la nazisme Jerman dan fasisme Italia, atau komunis. Alasannya sederhana, hak individu akan kebebasan, otonomi dan kesetaraan (equality) dalam masyarakat dirampas oleh negara dalam sistem pemerintahan sosialis, komunis, dan ultranasionalis (Ian Adams, 1995: 82).
            Tantangan bagi nasionalisme Indonesia ke depan adalah bagaimana kita mewujudkan sebuah negara kebangsaan yang bersifat liberal-demokratis di mana hak-hak dasar setiap warga negara diakui, dihormati, dan dijamin, di mana hukum ditegakkan secara pasti dan adil, di mana negara mewujudkan kesejahteraan umum, dan sebagainya. Itulah alasan dasar tekad para pemuda 78 tahun yang lalu, yakni menjadi satu Indonesia demi mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.

B.5      Euphoria Tim Garuda dalam Piala AFF 2010, Nasionalisme atau Musiman ?
           
            Lagu kebangsaan Indonesia Raya dinyanyikan ribuan pendukung Timnas Indonesia di Stadion Utama Gelora Bung Karno. Lambang negara burung Garuda dan bendera Merah Putih terlihat menghiasi Stadion gelora Bung Karno dan juga tempat-tempat lain. Tak hanya itu, anak muda yang biasanya cenderung bangga menggunakan baju-baju ala distro kini beralih ramai-ramai mengenakan baju berlambang Garuda. Sejalan dengan para pedagang baju di pinggir jalan yang berusaha memenuhi permintaan pasar dengan menjual baju Garuda tersebut, baik di Jakarta maupun daerah lainnya.
           
            Pemandangan ini pastinya tak seperti biasanya. Bahkan ada yang menyebut ini adalah fenomena nasionalisme dadakan. Seperti kita tahu, nasionalisme lekat kaitannya dengan upaya membela negara. berjuang maupun berperang menjadi wujud semangat nasionalisme. Seiring berjalannya waktu, pemahaman akan nasionalisme itu sedikit demi sedikit meluar. Lewat olah raga, ilmu pengetahuan, musik dan masih banyak lagi, semangat nasionalisme kini bisa diwujudkan. Dalam hal olah raga misalnya sepak bola. Sejak bergulirnya kkejuaraan sepak bola Piala AFF 2010, tampaknya semangat nasionalime masyarakat terasa kuat.
           
            Menurut pengamat sosial yang juga Ketua Komisi Sosial Akademi Ilmu pengetahuan Indonesia, Taufiq Abdullah, ini merupakan salah satu cara menunjukkan semangat nasionalisme. “Menunjukkan rasa nasionalime tidak hanya dengan berperang atau turut hadir dalam hari-hari kebangsaan, tapi juga bisa lewat pentas olah raga,”kata Taufiq. Menurutnya, pentas sepak bola dua tahunan ini menjadi hiburan masyarakat yang jenuh menghadapi banyaknya persoalan di Negeri ini. Dua tahun terakhir masalah korupsi, kisruh pemilihan kepala daerah, kenaikan harga, ulah politisi, perjalanan wakil rakyat ke luar Negeri selalu tampil di layar kaca. “Ketika ada pertandingan sepak bola terasa bisa memberi hiburan bagi masyarakat, terlebih prestasi timnas kita sebelumnya selalu tidak menggembirakan,” terangnya, menurutnya, jika dikatakan ini Nasionalisme dadakan dia meyakini jika ada prestasi lain yang diraih oleh anak bangsa di pentas Internasional, pasti otomatis rasa bangga akan timbul pada semua masyarakat Indonesia.

            “Coba saja ada orang Indonesia peraih nobel pasti kita juga akan bersorak bangga. Karena sekarang ini sepak bola (lagi berprestasi), jadinya ya sepak bola yang dielukan masyarakat,” cetusnya. Ya memang, olah raga rakyat ini sebulan terakhir semakin menumbuhkan rasa Nasionalisme masyarakat. Melihat banyaknya masyarakat yang berkumpul di SUGBK pada saat pertandingan AFF, menyanyikan lagu kebangsaan serasa menumbuhkan kepercayaan diri bangsa ini bahwa masih ada rasa persatuan dan kesatuan. “Melihat pertandingan piala AFF di Senayan tidak hanya menumbuhkan rasa Nasionalisme tapi juga rasa optimistis terhadap kelangsungan persatuan dan kesatuan bangsa,” tuturnya dengan penuh semangat.

            Tapi menurut kami sendiri apapun dan bagaimana bentuknya, kalau olahraga sepak bola bisa meningkatkan rasa Nasionalime maka kita harus selalu mendukung sebagai warga negara Indonesia yang baik.






























BAB IV
KESIMPULAN dan SARAN

Kesimpulan
Rasa nasionalisme di Indonesia telah ada dari jaman perjuangan melawan para penjajah hanya tahun demi tahun mengalami penipisan karena adanya banyak faktor yang mempengaruhinya. Diantaranya faktor globalisasi yang mana menimbulkan positif dan negatif. Rasa Nasionalisme itu harus kita pupuk ulang agar tidak hilang ditelan masa.

Saran
Untuk dapat memupuk kembali semangat nasionalisme bangsa Indonesia, salah satunya bisa juga lebih menekankan pada strategi untuk menguatkan rasa nasionalisme kita di era global ini dan tetap berfikir nasional dalam keragaman.

































DAFTAR PUSTAKA

1.    Fahd Reza Abdullah’s Blog. Landasan Teori Tentang Nasionalisme
2.    Jamli, Edison dkk. Kewarganegaraan. 2005. Jakarta: Bumi Akasara
3.    Krsna@Yahoo.com. Pengaruh Globalisasi Terhadap Pluralisme Kebudayaan Manusia di Negara Berkembang. 2005. Internet:Public Jurnal
4.    Pengaruh Globalisasi Terhadap Pluralisme Kebudayaan Manusia di Negara Berkembang.internet.public jurnal
5.    Satiman, Sudewo. Dengan Semangat Berkobar; Nasionalisme dan Gerakan Pemuda di Indonesia. 2003. Jakarta: Hasta Mitra