“ANALISIS
NASIONALISME DI INDONESIA”
OLEH : KELOMPOK
2
MARET 2013
MAKALAH
ANALISIS NASIONALISME DI INDONESIA
KATA PENGANTAR
Pertama-tama kami mengucapkan puji
dan syukur kepada Tuhan yang Maha Esa yang telah memberkahi kami sehingga
makalah ini dapat diselesaikan. Kami juga ingin mengucapkan terima kasih kepada
seluruh pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini dan berbagai
sumber yang telah kami gunakan sebagai data dan fakta pada makalah ini.
Makalah ini memuat tentang
“Nasionalisme” dan sengaja dipilih karena menarik untuk dicermati. Kami
mengakui bahwa kami adalah manusia yang mempunyai keterbatasan dalam berbagai
hal. Oleh karena itu tidak ada hal yang dapat diselesaikan dengan sangat
sempurna. Begitu pula dengan makalah ini yang telah kami selesaikan. Tidak
semua hal dapat kami analisa dengan sempurna dalam karya tulis ini. Kami
melakukannya semaksimal mungkin dengan kemampuan yang kami miliki. Di mana kami
juga memiliki keterbatasan kemampuan.
Semoga makalah ini dapat menambah
pengetahuan kita dan membangkitkan rasa Nasionalisme sebagai warga negara
Indonesia yang baik. Terima kasih.
Jakarta, 8
Maret 2013
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR ....................…………………………………….......
DAFTAR ISI
.............……………………………………………................
|
2
3
|
|
BAB I
BAB II
BAB III
BAB IV
BAB V
|
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah………………………………..................
PERMASALAHAN
A. Perumusan
Masalah………………………………………….........
PEMBAHASAN
K Nasionalisme di Indonesia…………………………………...........
K A. Kajian Teoritis
A. A1.Teori Nasionalisme………………………………………........
B.
B. Analisis Kasus
B. B1.Strategi
Menguatkan Rasa Nasionalisme.............................
B B2.Membangkitkan Rasa
Nasionalisme....................................
B3.Pengaruh
Globalisasi terhadap Nilai-Nilai Nasionalisme……………………………………………...............
B. B4.Nasionalisme Indonesia yang kian
memudar………..............
B. B5.Euphoria Tim Garuda, Nasionalisme atau
Musiman ?............
KESIMPULAN………………………………………………….....
DAFTAR PUSTAKA.................................................................
|
4
4
5
6
8
9
9
10
11
13
14
|
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sehubungan dengan globalisasi
dan berkembangnya teknologi informasi telah mengakibatkan kaburnya batas-batas
antar negara (baik secara politik, ekonomi, maupun sosial), masalah nasionalisme
tidak lagi dapat dilihat sebagai masalah sederhana yang dapat dilihat dari satu
perspektif saja. Dalam dunia yang oleh sebagian orang disifatkan sebagai dunia
yang semakin borderless, banyak pengamat yang mulai mempertanyakan kembali
pengertian negara beserta aspek-aspeknya. Masalah pembangunan nasionalisme di
Indonesia saat ini tengah menghadapi tantangan yang berat, maka perlu dimulai
upaya-upaya untuk kembali mengangkat tema tentang pembangunan nasionalisme.
Apalagi di sisi lain, pembahasan atau diskusi tentang nasionalisme di Indonesia
justru kurang berkembang.
Indonesia merupakan laboratorium
sosial yang sangat kaya karena pluralitasnya, baik dari aspek ras dan etnis,
bahasa, agama dan lainnya. Itu pun ditambah status geografis sebagai
negara maritim yang terdiri dari setidaknya 13.000 pulau. Bahwa pluralitas di
satu pihak adalah aset bangsa jika dikelola secara tepat, di pihak lain ia juga
membawa bibit ancaman disintegrasi. Karakter pluralistik itu hanya suatu pressing factor dalam realitas ikatan negara. Di
tengah situasi bangsa Indonesia yang seperti itu, nasionalisme sangat di
butuhkan untuk menjaga Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Oleh karena itu, kami berusaha
merangkum sedemikian rupa dan mencoba membedah apa saja yang seharusnya
dilakukan sebagai wujud dari sikap Nasionalisme dan mengapa hal ini menjadi
sangat penting dalam mewujudkan Bangsa Indonesia yang sedang mengalami krisis
Nasionalisme khususnya di kalangan remaja Indonesia.
BAB II
PERMASALAHAN
B. Perumusan Masalah
1. Strategi apa saja yang dapat dilakukan untuk
menguatkan rasa Nasionalisme di Era Global ?
2. Bagaimana cara membangkitkan rasa
Nasionalisme dengan menghargai keragaman ?
3. Apa pengaruh Globalisasi terhadap
nilai-nilai Nasionalisme ?
4. Apa yang harus kita lakukan agar
Nasionalisme di Indonesia tidak kian memudar ?
5. Euphoria Tim Garuda dalam Piala AFF
2010, Nasionalisme atau Musiman ?
BAB III
PEMBAHASAN
Nasionalisme Bangsa Indonesia
Indonesia saat ini memerlukan genre baru untuk mereinterpretasikan ide nasionalisme yang secara fundamental telah dibangun oleh Soekarno. Soekarno kita akui sebagai individu yang mampu membentuk nasionalisme Indonesia dengan membangun satu sistem berantai melalui penyatuan kepentingan. Dari kalangan Islam dan sekuler pada saat itu. Namun, dalam proses pembangunan tahap awal ideologi nasionalisme nampak terjadi dikotomi antara Islam dan Nasionalisme itu sendiri. Kita harus mengakui sebuah gagasan dalam masyarakat Indonesia yang majemuk tentu memerlukan proses. Di mana proses tersebut tentunya merupakan proses bersejarah dalam suatu bangsa. Saat ini nasionalisme sudah menjadi rapuh. Tentu kita harus mulai menghidupkan kembali spirit dan etika nasionalisme sebagai sebuah praktek politik negara dan masyarakat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia.
Sumber dari kekuatan ideologi
nasionalis saat ini memang belum ditemukan oleh banyak orang Indonesia sehingga
ketika kita mencari arus apa yang seharusnya berada di depan kita sebagai
energi yang menuntun kemajuan nasional negara dan masyarakat kita seringkali
bimbang dan gelap. Oleh karena itu untuk menjawab tantangan ini sebuah
organisasi politik harus mampu menemukan sumber ideologi nasionalisme.
Sekaligus mampu menggerakkan menjadi kekuatan utama dalam pencapaian tujuan
politiknya. Sebenarnya sangat mudah kita temukan di mana sumber ideologi
tersebut jika kita telah mencapai kesadaran penuh dengan kualitas yang sehat.
Karena ideologi nasionalisme itu bersumber pada penggabungan persatuan dan
kesatuan.
Namun,
pemahaman akan persatuan dan kesatuan sering kali menjadi kesalahan dalam ide
dan prakteknya sehingga ketika kita berbicara tentang nilai tersebut kita tidak
mampu mengambil kekuatan intinya. Persatuan dan Kesatuan memiliki arti
independen organik, atau sosial liberal dalam konteks manifestasinya.
Independen organik ini berarti sebuah penyatuan sosial secara individual dan
kolektif Ketika kita sebagai manusia tersadarkan melalui nalar, perasaan, dan
gerakan kemanusiaan untuk suatu keadilan, kemakmuran, dan kemajuan. Dari sumber
kekuatan nasionalisme ini kita akan bergerak ke arah revolusi nasional sebagai
gerakan perlawanan terhadap kejahatan dan ketidakadilan sistem yang mengatur
manusia untuk kepentingan nafsu dan syahwat. Namun, dalam memaknai revolusi kita
harus menyadari juga bahwa revolusi nasionalisme yang dimaksud di sini bukanlah
revolusi berdarah yang menghadirkan konflik dan perpecahan nasional, karena
kembali pada sumber ide nasionalisme itu sendiri yaitu "persatuan dan
kesatuan".
A. Kajian Teoritis
Nasionalisme berasal dari kata
nation yang berarti bangsa. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (Ali dkk.,
1994:89), kata bangsa memiliki arti: (1) kesatuan orang yang bersamaan asal
keturunan, adat, bahasa, dan sejarahnya serta pemerintahan sendiri; (2)
golongan manusia, binatang, atau tumbuh-tumbuhan yang mempunyai asal-usul yang
sama dan sifat khas yang sama atau bersamaan; dan (3) kumpulan manusia yang
biasanya terikat karena kesatuan bahasa dan kebudayaan dalam arti umum, dan
yang biasanya menempati wilayah tertentu di muka bumi. Beberapa makna kata
bangsa diatas menunjukkan arti bahwa bangsa adalah kesatuan yang timbul dari
kesamaan keturunan, budaya, pemerintahan, dan tempat. Pengertian ini berkaitan
dengan arti kata suku yang dalam kamus yang sama diartikan sebagai golongan
orang-orang (keluarga) yang seturunan, golongan bangsa sebagai bagian dari
bangsa yang besar (ibid, 1994:970).
Beberapa suku atau ras dapat menjadi
pembentuk sebuah bangsa dengan syarat ada kehendak untuk bersatu yang
diwujudkan dalam pembentukan pemerintahan yang ditaati bersama.
Kata bangsa mempunyai dua pengertian: pengertian antropologis-sosiologis dan pengertian politis. Menurut pengertian antropologis-sosiologis, bangsa adalah suatu masyarakat yang merupakan persekutuan-hidup yang berdiri sendiri dan masing-masing anggota masyarakat tersebut merasa satu kesatuan suku, bahasa, agama, sejarah, dan adat istiadat. Pengertian ini memungkinkan adanya beberapa bangsa dalam sebuah negara dan sebaliknya satu bangsa tersebar pada lebih dari satu negara.
Kata bangsa mempunyai dua pengertian: pengertian antropologis-sosiologis dan pengertian politis. Menurut pengertian antropologis-sosiologis, bangsa adalah suatu masyarakat yang merupakan persekutuan-hidup yang berdiri sendiri dan masing-masing anggota masyarakat tersebut merasa satu kesatuan suku, bahasa, agama, sejarah, dan adat istiadat. Pengertian ini memungkinkan adanya beberapa bangsa dalam sebuah negara dan sebaliknya satu bangsa tersebar pada lebih dari satu negara.
Sementara dalam pengertian politis,
bangsa adalah masyarakat dalam suatu daerah yang sama dan mereka tunduk kepada
kedaulatan negaranya sebagai suatu kekuasaan tertinggi ke luar dan ke dalam.
Bangsa (nation) dalam pengertian politis inilah yang kemudian menjadi pokok
pembahasan nasionalisme (Nur dalam Yatim, 2001:57 58).
Istilah nasionalisme yang telah diserap ke dalam bahasa Indonesia memiliki dua pengertian: paham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan negara sendiri dan kesadaran keanggotan dalam suatu bangsa yang secara potensial atau aktual bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan menngabadikan identitas, integritas, kemakmuran, dan kekuatan bangsa itu (Op. cit, 1994:684).
Istilah nasionalisme yang telah diserap ke dalam bahasa Indonesia memiliki dua pengertian: paham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan negara sendiri dan kesadaran keanggotan dalam suatu bangsa yang secara potensial atau aktual bersama-sama mencapai, mempertahankan, dan menngabadikan identitas, integritas, kemakmuran, dan kekuatan bangsa itu (Op. cit, 1994:684).
Dengan demikian, nasionalisme
berarti menyatakan keunggulan suatu afinitas kelompok yang didasarkan atas
kesamaan bahasa, budaya, dan wilayah. Istilah nasionalis dan nasional, yang
berasal dari bahasa Latin yang berarti “lahir di”, kadangkala tumpang tindih
dengan istilah yang berasal dari bahasa Yunani, etnik. Namun istilah yang
disebut terakhir ini biasanya digunakan untuk menunjuk kepada kultur, bahasa,
dan keturunan di luar konteks politik (Riff, 1995: 193—194).
Di Indonesia, nasionalisme
melahirkan Pancasila sebagai ideologi negara. Perumusan Pancasila sebagai
ideologi negara terjadi dalam BPUPKI (Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan
Kemerdekaan Indonesia). Di dalam badan inilah Soekarno mencetuskan ide yang
merupakan perkembangan dari pemikirannya tentang persatuan tiga aliran besar:
Nasionalisme, Islam, dan Marxis. Pemahamannya tentang tiga hal ini berbeda
dengan pemahaman orang lain yang mengandaikan ketiganya tidak dapat disatukan.
Dalam sebuah artikel yang ditulisnya dia menyatakan, “Saya tetap nasionalis,
tetap Islam, tetap Marxis, sintese dari tiga hal inilah memenuhi saya punya
dada. Satu sintese yang menurut anggapan saya sendiri adalah sintese yang
geweldig (Soekarno dalam Yatim, 2001:155).
Dalam artikel itu, dia juga
menjelaskan bahwa Islam telah menebalkan rasa dan haluan nasionalisme.
Cita-cita Islam untuk mewujudkan persaudaraan umat manusia dinilai Soekarno tidak
bertentangan dengan konsep nasionalismenya. Pemisahan itu tidak berarti
menghilangkan kemungkinan untuk memberlakukan hukum-hukum Islam dalam negara,
karena bila anggota parlemen sebagian besar orang-orang yang berjiwa Islam,
mereka dapat mengusulkan dan memasukkan peraturan agama dalam undang-undang
negara. Itulah cita ideal negara Islam menurut Soekarno (ibid, 2001:156).
Dengan dasar pemikiran itulah, Soekarno mengusulkan lima asas untuk negara
Indonesia merdeka. Kelima asas itu adalah:
(1)Kebangsaan Indonesia, (2) Internasionalisme atau peri kemanusiaan, (3)Mufakat atau demokrasi,(4) Kesejahteraan sosial,(5) Ketuhanan.
(1)Kebangsaan Indonesia, (2) Internasionalisme atau peri kemanusiaan, (3)Mufakat atau demokrasi,(4) Kesejahteraan sosial,(5) Ketuhanan.
Usulan ini menimbulkan perbedaan
pendapat antara nasionalis sekuler dan nasionalis Islam dan mendorong
pembentukan sub panitia yang terdiri dari empat orang wakil nasionalis sekuler
dan empat orang wakil nasionalis Islam serta Soekarno sebagai ketua sekaligus
penengah. Pertemuan sub panitia ini menghasilkan rumusan yang kemudian dikenal
dengan Piagam Jakarta. Usulan Soekarno menjadi inti dari Piagam Jakarta dengan
beberapa perubahan: urutan kelima sila dan penambahan anak kalimat pada sila
ketuhanan. Akhirnya anak kalimat yang tercantum dalam Piagam Jakarta diubah
menjadi “Ketuhanan Yang Maha Esa”, yang kemudian menjadi bentuk akhir Pancasila
dasar bagi nasionalisme Indonesia yang sekuler religius.
Nasionalisme Pancasila
Pada prinsipnya nasionalisme
Pancasila adalah pandangan atau paham kecintaan manusia Indonesia terhadap
bangsa dan tanah airnya yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila. Prinsip
nasionalisme bangsa Indonesia dilandasi nilai-nilai Pancasila yang diarahkan
agar bangsa Indonesia senantiasa:
1. menempatkan persatuan – kesatuan,
kepentingan dan keselamatan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi atau
kepentingan golongan
2. menunjukkan sikap rela berkorban demi kepentingan
bangsa dan negara
3. bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air
Indonesia serta tidak merasa rendah diri
4. mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban
antara sesama manusia dan sesama bangsa
5. menumbuhkan sikap saling mencintai sesama manusia
6. mengembangkan sikap tenggang rasa
7. tidak semena-mena terhadap orang
lain
8. gemar melakukan kegiatan
kemanusiaan
9. senantiasa menjunjung tinggi
nilai kemanusiaan
10. berani membela kebenaran dan
keadilan
11. merasa bahwa bangsa Indonesia
merupakan bagian dari seluruh umat manusia
12. menganggap pentingnya sikap
saling menghormati dan bekerja sama dengan bangsa lain.
Dalam zaman
modern ini, nasionalisme merujuk kepada amalan politik dan
ketentaraan yang berlandaskan nasionalisme secara etnik serta
keagamaan, seperti yang dinyatakan di bawah. Para ilmuwan politik biasanya menumpukan penyelidikan mereka
kepada nasionalisme yang ekstrem seperti nasional
sosialisme, pengasingan dan sebagainya. Nasionalisme dapat
menonjolkan dirinya sebagai sebagian paham negara atau gerakan (bukan negara)
yang populer berdasarkan pendapat warganegara, etnis, budaya, keagamaan
dan ideologi. Kategori tersebut lazimnya berkaitan dan kebanyakan
teori nasionalisme mencampuradukkan sebagian atau semua elemen tersebut.
1. Nasinalisme kewarganegaraan (atau nasionalisme sipil)
adalah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari
penyertaan aktif rakyatnya, "kehendak rakyat"; "perwakilan
politik".
2. Nasionalisme etnis adalah sejenis nasionalisme di mana negara memperoleh kebenaran
politik dari budaya asal atau etnis sebuah masyarakat. Dibangun oleh Johann
Gottfried von Herder, yang memperkenalkan konsep Volk (bahasa Jerman untuk "rakyat").
3. Nasionalisme romantik (juga disebut nasionalisme organik, nasionalisme identitas)
adalah lanjutan dari nasionalisme etnis dimana negara memperoleh kebenaran
politik secara semulajadi ("organik") hasil dari bangsa
atau ras; menurut semangat romantisme.
4. Nasionalisme Budaya adalah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran
politik dari budaya bersama dan bukannya "sifat keturunan" seperti warna kulit, ras dan
sebagainya.
5. Nasionalisme kenegaraan ialah variasi
nasionalisme kewarganegaraan, selalu digabungkan dengan
nasionalisme etnis. Perasaan nasionalistik adalah kuat sehingga diberi lebih
keutamaan mengatasi hak universal dan kebebasan.
6. Nasionalisme agama ialah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh legitimasi
politik dari persamaan agama. Walaupun begitu, lazimnya nasionalisme etnis
adalah dicampuradukkan dengan nasionalisme keagamaan.
B. Analisis Kasus
B.1 Strategi
yang dapat dilakukan untuk menguatkan rasa Nasionalisme di Era
Global.
Semangat nasionalisme sangat
diperlukan dalam pembangunan bangsa agar setiap elemen bangsa bekerja dan
berjuang keras mencapai jati diri dan kepercayaan diri sebagai sebuah bangsa
yang bermartabat. Jati diri dan kepercayaan diri sebagai sebuah bangsa ini
merupakan modal yang kuat dalam menghadapi berbagai tantangan dan hambatan di
masa depan. Penguatan semangat nasionalisme dalam konteks globalisasi saat ini
harus lebih dititikberatkan pada elemen-elemen strategis dalam percaturan
global. Oleh karena itu, strategi yang dapat dilakukan antara lain:
1. Penguatan peran lembaga-lembaga sosial kemasyarakatan
dalam ikut membangun semangat nasionalisme, terutama di kalangan generasi muda.
Sebagai contoh: Gerakan Pramuka. Generasi muda adalah elemen strategis di masa
depan. Mereka sepertinya menyadari bahwa dalam era globalisasi, generasi muda
dapat berperan sebagai subjek maupun objek.
2. Penguatan semangat nasionalisme pada masyarakat
yang tinggal di wilayah-wilayah yang dalam perspektif kepentingan nasional dinilai
strategis
3. Penguatan semangat nasionalisme pada masyarakat yang
hidup di daerah rawan pangan (miskin), rawan konflik, dan rawan bencana alam.
4. Peningkatan apresiasi terhadap anggota atau kelompok
masyarakat yang berusaha melestarikan dan mengembangkan kekayaan budaya bangsa.
Demikian pula dengan anggota atau kelompok masyarakat yang berhasil mencapai
prestasi yang membanggakan di dunia internasional.
Peningkatan peran Pemerintah dan
masyarakat RI dalam ikut berperan aktif dalam penyelesaian berbagai persoalan
regional dan internasional, seperti: penyelesaian konflik, kesehatan,
lingkungan hidup, dan lain-lain.
B.2 Membangkitkan Rasa Nasionalisme
dengan Menghargai Keragaman
Di Republik Indonesia kita ini tidak
mengenal adanya perbedaan etnis, siapakah dia dan dari rumpun manakah dia
berasal yang jelas itulah Indonesia, yang melalui Kongres Pemuda Tahun 1928 di
Jakarta diikat dengan semangat Sumpah Pemuda. Ber Tanah Air yang Satu, Tanah
Air Indonesia. Berbangsa yang Satu, Bangsa Indonesia. Dan Berbahasa yang Satu,
Bahasa Indonesia.
Pemersatu
Berangkat hal itu semua, marilah kita selalu berpegang kepada semangat ber-Bhinneka Tunggal Ika yang merupakan semboyan pemersatu bangsa sejak dulu. Hilangkan pikiran-pikiran baru yang rusak dan tidak bertanggungjawab atas upaya untuk melakukan suatu pergeseran makna rasa kebersamaan dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Semua harus sadar bahwa ketika hak azasi seseorang yang terlahir dan berasal-usul dari wilayah negeri yang terbentang dari Sabang hingga Merauke ini juga memiliki hak dan kewajiban serta tanggungjawab yang sama atas bangsa dan negaranya. Oleh karena perlunya kita menghargai keragamanan, tentunya dimanapun terjadinya pesta demokrasi baik di pusat atau di daerah, hendaknya menjadi ajang aspirasi yang paling demokratis tanpa dibayangi atau dihantui serta diracuni dengan pikiran-pikiran sempit dari sebagian atau sekelompok orang tertentu yang hendak memudarkan semangat Nasionalisme dalam konteks berbangsa dan bernegara.
Berangkat hal itu semua, marilah kita selalu berpegang kepada semangat ber-Bhinneka Tunggal Ika yang merupakan semboyan pemersatu bangsa sejak dulu. Hilangkan pikiran-pikiran baru yang rusak dan tidak bertanggungjawab atas upaya untuk melakukan suatu pergeseran makna rasa kebersamaan dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Semua harus sadar bahwa ketika hak azasi seseorang yang terlahir dan berasal-usul dari wilayah negeri yang terbentang dari Sabang hingga Merauke ini juga memiliki hak dan kewajiban serta tanggungjawab yang sama atas bangsa dan negaranya. Oleh karena perlunya kita menghargai keragamanan, tentunya dimanapun terjadinya pesta demokrasi baik di pusat atau di daerah, hendaknya menjadi ajang aspirasi yang paling demokratis tanpa dibayangi atau dihantui serta diracuni dengan pikiran-pikiran sempit dari sebagian atau sekelompok orang tertentu yang hendak memudarkan semangat Nasionalisme dalam konteks berbangsa dan bernegara.
Dengan
memegang semangat nasionalisme yang tinggi atau menghargai sebuah keragaman
seperti yang dimaksudkan di atas, maka pada akhirnya nanti masyarakat sebagai
pemegang kedaulatan tertinggi benar-benar akan menikmati pesta demokrasi ini secara
lansung, umum, bebas dan rahasia serta jujur dan adil sesuai dengan yang
diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 dan Pancasila.
B.3 Pengaruh Globalisasi terhadap
Nilai-Nilai Nasionalisme
Kehadiran
globalisasi tentunya membawa pengaruh bagi kehidupan suatu negara termasuk
Indonesia. Pengaruh tersebut meliputi dua sisi, yakni pengaruh positif dan
pengaruh negatif. Pengaruh globalisasi juga merasuk dalam berbagai bidang
kehidupan, termasuk kehidupan politik, ekonomi, ideologi, sosial budaya dan
lain sebagainya. Hal ini tentunya akan mempengaruhi nilai-nilai nasionalisme
terhadap bangsa. Globalisasi berlangsung di semua bidang kehidupan seperti
bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan dan lain-
lain. Teknologi informasi dan komunikasi merupakan faktor pendukung utama dalam
globalisasi. Dewasa ini, perkembangan teknologi begitu cepat sehingga segala
informasi dengan berbagai bentuk dan kepentingan dapat tersebar luas ke seluruh
dunia. Oleh karena itu globalisasi tidak dapat kita hindari kehadirannya.
Pengaruh positif
Dilihat dari
globalisasi politik, pemerintahan dijalankan secara terbuka dan demokratis.
Karena pemerintahan merupakan bagian dari suatu negara, jika pemerintahan
djalankan secara jujur, bersih dan dinamis tentunya akan mendapat tanggapan
positif dari rakyat. Tanggapan positif tersebut berupa rasa nasionalisme
terhadap negara menjadi meningkat. Dari aspek globalisasi ekonomi,
terbukanya pasar internasional, meningkatkan kesempatan kerja dan meningkatkan
devisa negara. Semakin terbukanya pasar internasional ini akan membuka peluang
besar kerja sama dalam sektor perekonomian nasional. Dengan adanya hal tersebut
akan semakin meningkatkan kehidupan ekonomi bangsa guna menunjang kehidupan
nasional bangsa dan Negara.
Pengaruh
adanya globalisasi dalam sektor sosial budaya, kita dapat meniru pola berpikir
yang baik. Seperti membangun etos kerja yang tinggi dan disiplin, serta meniru
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Iptek) dari bangsa lain yang sudah maju untuk
meningkatkan kemajuan bangsa. Pada akhirnya, akan membawa kemajuan bangsa serta
mempertebal rasa nasionalisme kita terhadap bangsa.
Pengaruh negatif
Selain
berdampak positif, munculnya globalisasi juga berdampak negatif yang tak kalah
pentingnya untuk diperhatikan. Globalisasi mampu meyakinkan masyarakat Indonesia
bahwa liberalisme dapat membawa kemajuan dan kemakmuran. Sehingga tidak menutup
kemungkinan berubah arah dari ideologi Pancasila ke ideologi liberalisme. Jika
hal tesebut terjadi akibatnya rasa nasionalisme bangsa akan hilang.
Munculnya
globalisasi juga berdampak pada aspek ekonomi. Yakni, semakin hilangnya rasa
cinta terhadap produk dalam negeri. Sebab, sudah semakin banyaknya produk luar
negeri seperti Mc Donald, Coca-Cola, Pizza Hut, dan sebagainya, yang membanjiri
dunia pasar di Indonesia. Dengan hilangnya rasa cinta terhadap produk dalam
negeri menunjukan gejala berkurangnya rasa nasionalisme masyarakat kita
terhadap bangsa Indonesia. Mayarakat kita, khususnya anak muda, banyak yang
lupa mengenai identitas diri sebagai bangsa Indonesia. Karena gaya hidupnya
cenderung meniru budaya barat yang oleh masyarakat dunia dianggap sebagai
kiblat. Selain itu, globalisasi juga mengakibatkan adanya kesenjangan sosial
yang tajam antara orang kaya dan miskin. Ini disebabkan karena adanya
persaingan bebas dalam globalisasi ekonomi.
Pengaruh-pengaruh
di atas memang tidak secara langsung berdampak terhadap nasionalisme. Akan
tetapi, secara keseluruhan dapat menimbulkan rasa nasionalisme terhadap bangsa
menjadi berkurang atau bahkan hilang. Sebab, globalisasi mampu membuka
cakrawala masyarakat secara global. Apapun yang ada di luar negeri dianggap
baik serta mampu memberi aspirasi kepada masyarakat kita untuk diterapkan di
negara kita. Berdasarkan analisa dan uraian di atas, pengaruh
negatif globalisasi lebih banyak daripada pengaruh positifnya. Oleh karena itu,
diperlukan langkah untuk mengantisipasi pengaruh negatif globalisasi terhadap
nilai nasionalisme.
B.4 Nasionalisme
Indonesia yang Kian Memudar
Apakah nasionalisme Indonesia pun
akan segera berakhir? Pertanyaan ini relevan untuk didiskusikan ketika kita
akan merayakan hari Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, ketika para pemuda
Indonesia bertekad untuk berbangsa satu, bertanah air satu dan berbahasa satu,
Indonesia.
Tidak Cukup Hanya Hasrat Untuk Bersatu
Nasionalisme
Indonesia, yakni sebuah penegasan akan identitas diri versus
kolonialisme-imperialisme. Kesadaran sebagai bangsa yang adalah hasil
konstruksi atau bentukan mengandung kelemahan internal yang serius ketika
kolonialisme dan imperialisme tidak lagi menjadi sebuah ancaman. Karena itu,
nasionalisme kita akan ikut lenyap jika kita berhenti mengkonstruksi atau
membentuknya tanpa harus menyebutnya sebagai sebuah nasionalisme
baru.
Pertama,
beberapa pengalaman kolektif seharusnya menjadi “roh baru” pembangkit semangat
nasionalisme Indonesia. Kedua, negara Indonesia sangat plural.
Identifikasi sebuah kelompok etnis atau agama pada identitas kolektif sebagai
bangsa hanya mungkin terjadi kalau negara mengakui, menerima, menghormati, dan
menjamin hak hidup mereka.
Masyarakat
akan merasa lebih aman dan diterima dalam kelompok etnis atau agamanya ketika
negara gagal menjamin kebebasan beragama termasuk kebebasan beribadah dan
mendirikan rumah ibadah, persamaan di hadapan hukum, hak mendapatkan pendidikan
yang murah dan berkualitas, hak memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang
layak, dan sebagainya.
Nasionalisme Kita Harus Bersifat Liberal
Nasionalisme bisa dipraktikkan dalam
sebuah sistem pemerintahan sosialis, komunis, ultranasionalis, etnis, atau
liberal-demokratis. Masyarakat Indonesia yang sangat plural ini akan menjadi
ancaman serius bagi nasionalisme jika negara kebangsaan yang kita bangun
bersifat sosialis, ultranasionalis a la nazisme Jerman dan fasisme Italia, atau
komunis. Alasannya sederhana, hak individu akan kebebasan, otonomi dan
kesetaraan (equality) dalam masyarakat dirampas oleh negara dalam sistem
pemerintahan sosialis, komunis, dan ultranasionalis (Ian Adams, 1995: 82).
Tantangan
bagi nasionalisme Indonesia ke depan adalah bagaimana kita mewujudkan sebuah
negara kebangsaan yang bersifat liberal-demokratis di mana hak-hak dasar setiap
warga negara diakui, dihormati, dan dijamin, di mana hukum ditegakkan secara
pasti dan adil, di mana negara mewujudkan kesejahteraan umum, dan sebagainya.
Itulah alasan dasar tekad para pemuda 78 tahun yang lalu, yakni menjadi satu
Indonesia demi mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur.
B.5 Euphoria
Tim Garuda dalam Piala AFF 2010, Nasionalisme atau Musiman ?
Lagu kebangsaan Indonesia Raya
dinyanyikan ribuan pendukung Timnas Indonesia di Stadion Utama Gelora Bung
Karno. Lambang negara burung Garuda dan bendera Merah Putih terlihat menghiasi
Stadion gelora Bung Karno dan juga tempat-tempat lain. Tak hanya itu, anak muda
yang biasanya cenderung bangga menggunakan baju-baju ala distro kini beralih
ramai-ramai mengenakan baju berlambang Garuda. Sejalan dengan para pedagang
baju di pinggir jalan yang berusaha memenuhi permintaan pasar dengan menjual
baju Garuda tersebut, baik di Jakarta maupun daerah lainnya.
Pemandangan ini pastinya tak seperti
biasanya. Bahkan ada yang menyebut ini adalah fenomena nasionalisme dadakan.
Seperti kita tahu, nasionalisme lekat kaitannya dengan upaya membela negara.
berjuang maupun berperang menjadi wujud semangat nasionalisme. Seiring
berjalannya waktu, pemahaman akan nasionalisme itu sedikit demi sedikit meluar.
Lewat olah raga, ilmu pengetahuan, musik dan masih banyak lagi, semangat
nasionalisme kini bisa diwujudkan. Dalam hal olah raga misalnya sepak bola.
Sejak bergulirnya kkejuaraan sepak bola Piala AFF 2010, tampaknya semangat
nasionalime masyarakat terasa kuat.
Menurut pengamat sosial yang juga
Ketua Komisi Sosial Akademi Ilmu pengetahuan Indonesia, Taufiq Abdullah, ini
merupakan salah satu cara menunjukkan semangat nasionalisme. “Menunjukkan rasa
nasionalime tidak hanya dengan berperang atau turut hadir dalam hari-hari
kebangsaan, tapi juga bisa lewat pentas olah raga,”kata Taufiq. Menurutnya,
pentas sepak bola dua tahunan ini menjadi hiburan masyarakat yang jenuh
menghadapi banyaknya persoalan di Negeri ini. Dua tahun terakhir masalah
korupsi, kisruh pemilihan kepala daerah, kenaikan harga, ulah politisi,
perjalanan wakil rakyat ke luar Negeri selalu tampil di layar kaca. “Ketika ada
pertandingan sepak bola terasa bisa memberi hiburan bagi masyarakat, terlebih
prestasi timnas kita sebelumnya selalu tidak menggembirakan,” terangnya,
menurutnya, jika dikatakan ini Nasionalisme dadakan dia meyakini jika ada
prestasi lain yang diraih oleh anak bangsa di pentas Internasional, pasti
otomatis rasa bangga akan timbul pada semua masyarakat Indonesia.
“Coba saja ada orang Indonesia
peraih nobel pasti kita juga akan bersorak bangga. Karena sekarang ini sepak
bola (lagi berprestasi), jadinya ya sepak bola yang dielukan masyarakat,”
cetusnya. Ya memang, olah raga rakyat ini sebulan terakhir semakin menumbuhkan
rasa Nasionalisme masyarakat. Melihat banyaknya masyarakat yang berkumpul di
SUGBK pada saat pertandingan AFF, menyanyikan lagu kebangsaan serasa
menumbuhkan kepercayaan diri bangsa ini bahwa masih ada rasa persatuan dan
kesatuan. “Melihat pertandingan piala AFF di Senayan tidak hanya menumbuhkan
rasa Nasionalisme tapi juga rasa optimistis terhadap kelangsungan persatuan dan
kesatuan bangsa,” tuturnya dengan penuh semangat.
Tapi menurut kami sendiri apapun dan
bagaimana bentuknya, kalau olahraga sepak bola bisa meningkatkan rasa
Nasionalime maka kita harus selalu mendukung sebagai warga negara Indonesia
yang baik.
BAB IV
KESIMPULAN
dan SARAN
Kesimpulan
Rasa nasionalisme di Indonesia telah
ada dari jaman perjuangan melawan para penjajah hanya tahun demi tahun
mengalami penipisan karena adanya banyak faktor yang mempengaruhinya.
Diantaranya faktor globalisasi yang mana menimbulkan positif dan negatif. Rasa
Nasionalisme itu harus kita pupuk ulang agar tidak hilang ditelan masa.
Saran
Untuk dapat memupuk kembali semangat
nasionalisme bangsa Indonesia, salah satunya bisa juga lebih menekankan pada
strategi untuk menguatkan rasa nasionalisme kita di era global ini dan tetap
berfikir nasional dalam keragaman.
DAFTAR PUSTAKA
1. Fahd Reza Abdullah’s Blog. Landasan
Teori Tentang Nasionalisme
2. Jamli, Edison dkk. Kewarganegaraan.
2005. Jakarta: Bumi Akasara
3. Krsna@Yahoo.com. Pengaruh Globalisasi Terhadap
Pluralisme Kebudayaan Manusia di Negara Berkembang. 2005. Internet:Public
Jurnal
4. Pengaruh Globalisasi Terhadap
Pluralisme Kebudayaan Manusia di Negara Berkembang.internet.public jurnal
5. Satiman, Sudewo. Dengan Semangat
Berkobar; Nasionalisme dan Gerakan Pemuda di Indonesia. 2003. Jakarta: Hasta
Mitra